Lapangan Banteng
Dahulu, Lapangan Banteng bernama Waterlooplein,
yang dikenal dengan sebutan Tugu Singa pada masa penjajahan Belanda, karena di
tengah lapangan ini berdiri tugu peringatan kemenangan pertempuran di Waterloo
dengan patung singa di atasnya. Pertempuran itu merupakan pertempuran terakhir
Napoleon melawan pasukan gabungan Inggris, Belanda, dan Jerman. Tugu Singa
tersebut didirikan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945).
Namanya berganti menjadi Lapangan Banteng sebagai simbol keberhasilan merebut
Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada zaman Ir. Soekarno menjabat
sebagai Presiden Republik Indonesia. Seiring dengan waktu, lapangan ini rusak
terpakai dan akhirnya terbengkalai sehingga perlu dilakukan revitalisasi untuk
mengembalikan fungsi dan sejarahnya.
PROYEK CSR DAN KLB
Revitalisasi Lapangan Banteng merupakan gabungan salah satu program corporate social responsibility (CSR) dan dua buah Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Program CSR ini berasal dari PT Rekso Nasional Food yang secara khusus membuat fasilitas olahraga dan tempat bermain anak-anak. Sementara itu, dua KLB tersebut didapat dari dari Sinar Mas Land Tbk. atas kewajiban proyek yang belum terbangun di Jalan TB Simatupang sebesar 260 milyar, di mana developer ini mengucurkan 140 milyar untuk menyiapkan monumen dan hutan kota di Lapangan Banteng, serta dari Rahadi Santoso dan Irma Rahadi Santoso sebesar 8 miliar untuk membuat seluruh pagar di kawasan lapangan olahraga.
Desainnya sendiri berasal dari Dinas Pertamanan
atau sekarang dikenal dengan Dinas Kehutanan atas instruksi mantan Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaya Purnama untuk merevitalisasi Lapangan Banteng sebagai
kawasan olah raga 24 jam. Awalnya, Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta
menunjuk Han Awal & Partners untuk hanya mendesain pagar setinggi 8 meter
seharga 8 miliar dengan tujuan agar bola tidak keluar dari arena olahraga.
Dinas Pertamanan memilih Han Awal & Partners karena mereka menganggap
konsultan arsitektur ini mengerti kemauan gubernur kala itu, mengingat
sebelumnya mereka pernah mengerjakan desain Taman Diponegoro dan RPTRA
Kalijodo.
Dalam presentasinya ke Dinas Pertamanan, Han Awal
& Partners memberikan kejutan dengan tidak hanya mendesain pagarnya saja,
melainkan seluruh kawasan Lapangan Banteng. Desain tersebut diajukan kepada
gubernur kala itu dan mendapat sambutan positif dari Basuki. Konsep desain
Lapangan Banteng adalah rebranding lapangan tersebut, di mana lokasi
ini terlupakan, karena sebelum dilakukan revitalisasi, kawasan ini menjadi
sarang pelacuran, kriminal, kumuh, dan lebih parahnya lagi monumennya sendiri
tertutup pohon sehingga tidak terlihat.
REBRANDING
Yori Antar dari Han Awal & Partners melakukan rebranding agar Lapangan Banteng muncul kembali sebagai monumen yang elegan dan lebih diingat oleh masyarakat. Upaya lainnya adalah menjadikan lokasi ini sebagai sarana aktivitas publik dengan pendekatan historis, di mana sebagai monumen nasional, lapangan ini harus diperlakukan secara elegan dan bukan semata-mata menjadi tempat hura-hura belaka.
Yori Antar dari Han Awal & Partners melakukan rebranding agar Lapangan Banteng muncul kembali sebagai monumen yang elegan dan lebih diingat oleh masyarakat. Upaya lainnya adalah menjadikan lokasi ini sebagai sarana aktivitas publik dengan pendekatan historis, di mana sebagai monumen nasional, lapangan ini harus diperlakukan secara elegan dan bukan semata-mata menjadi tempat hura-hura belaka.
Setelah sekian lama terlupakan, para pengunjung
baru sadar bahwa di lokasi ini terdapat patung yang sangat megah dan indah
karya maestro Edhi Sunarso. Pada tahap desain, rebranding Lapangan
Banteng ini memasuki fase baru di mana revitalisasinya tidak boleh bersaing
dengan monumen yang telah ada. Desainnya dibuat melingkar bergaya amphitheater
yang dilingkupi kolam air agar terkesan segar di siang hari dengan bangunan
bendera pada sisi kiri dan kanannya sehingga menghadirkan kesan seimbang.
MASUKAN TIM SIDANG PEMUGARAN
Pada pelaksanaannya, Lapangan Banteng dibagi dalam tiga zona, yaitu zona monumen, zona olahraga, dan hutan kota. Setelah dana dan perizinan siap, diikuti dengan proses ground breaking untuk memperlancar segala aturan, maka proses revitalisasi dilakukan. Proses pembangunannya memakan waktu yang lama, disebabkan menunggu proses perizinan berikutnya, karena harus melalui kajian dari Tim Sidang Pemugaran (TSP).
TSP sendiri membuat desain Han Awal &
Partners semakin sempurna dilihat dari sudut perkotaan. Contohnya adalah
sudut-sudut atau poros-poros yang tadinya kecil harus diperbesar. Pedestrian di
tikungan yang tadinya kecil, kemudian diperlebar agar menghadirkan kenyamanan
pejalan kaki. Bukaan Lapangan Banteng juga dibuat semakin lebar sehingga
menghilangkan kesan tertutup pohon akibat entrance yang sebelumnya
lebih kecil.
Lapangan Banteng yang penuh sejarah kini dapat
dinikmati siapapun. Perlu dirawat dengan seksama, di mana fungsinya dapat
menjadi tempat berbagai acara, seperti fashion show dan hajatan yang
bersifat seremonial sehingga lapangan ini dapat berfungsi optimal sebagai wadah
kegiatan outdoor masyarakat Jakarta.
Komentar
Posting Komentar