Langsung ke konten utama

KONSERVASI GEDUNG PT. KERTA NIAGA, KOTA TUA JAKARTA

Latar Belakang 

Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, memiliki sejarah yang panjang hingga menjadi kota metropolitan seperti saat ini sebuah kota besar tidak luput dari sejarahnya. Jakarta dulu dikenal dengan nama Batavia, Awal mula Batavia berawal dari pelabuhan Sunda kelapa kemudian berkembang ke daerah sekitar pelabuhan sehingga pusat pemerintahan Batavia masih di sekitar kawasan pelabuhan yang kini disebut dengan Kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua, kawasan ini memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.
Konservasi Arsitektur merupakan  upaya penyelamatan/pelestarian obek/bangunan sebagai bentuk apresiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa dan sebagai warisan bangsa antar generasi. Karena, sebuah negara yang berhasil tak luput dari sejarahnya. Kawasan Kota tua sudah ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat, kawasan sejarah terbagi menjadi beberapa zona yaitu, zona pelabuhan, zona kota tua, zona pecinan, zona pekojan dan zona glodok.
Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.
Disi lain permasalahan terdapat dikawasan ini, image kota tua yang masih dinilai kurang dalam segi fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan. Mengingat konservasi suatu bangunan bersejarah itu sangat penting maka dengan alasan tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat pemugaran di kawasan Kota Tua Jakarta.

Jenis Kegiatan Pelestarian
 
Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni;
  1. Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana-prasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift, penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan penghawaan alami;
  2. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga baru, dan apabila memungkinkan shaft lift;
  3. Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan ketinggian lantai aslinya;
  4. Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan eksisting;
  5. Perlindungan hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
  6. Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada bangunan di sekelilingnya; dan
  7. Opsi paling drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang baru.
Kriteria Pelestarian Bangunan Cagar Budaya 

A. Kriteria Tolak Ukur dan Penggolongan Benda Cagar Budaya
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah:
  • Tolak ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Tolak ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
  • Tolak ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.
  • Tolak ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
  • Tolak ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Dari kriteria dan tolak ukur di atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:
  • Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.
  • Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.
  • Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.
B) Klasifikasi bangunan Cagar Budaya di Indonesia
  • Gaya Bangunan
Kriteria bangunan di Indonesia khususnya Jakarta. Bangunan-bangunan peninggalan dan memiliki nilai sejarah harus di pelihara dan dilestarikan bentuk bangunannya di Kawasan Jakarta Utara cukup banyak bangunan peninggalan khususnya kawasan Kota Tua Jakarta, Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur  yang ada di Indonesia, tipologi bangunan dibagi menjadi :
1)Bangunan masyarakat Kolonial Eropa
  • Bangunan periode  VOC   (abad   XVI-XVII),    arsitektur         periode pertengahan Eropa.
Ciri-ciri bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan, jendela besar tanpa tritisan, tanpa serambi.
  • Bangunan periode negara kolonial (Neo Klasik Eropa).
Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak
  • Bangunan modern kolonial (abad XX)
Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art Nouveau.
Bangunan masyarakat China.
  • Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang ada di Petak 9 di daerah Glodok.
3) Bangunan masyarakat pribumi.
  • Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah.
4) Bangunan modern Indonesia.
  • Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang berada di dekat Stasiun Kota.
C) Golongan bangunan
Berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1)Golongan A
Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
  • Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  • Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
  • Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
2)Golongan B
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):
  • Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  • Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
  • Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  • Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
3) Golongan C
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
  • Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  • Detail rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  • Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  • Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
  • Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya
Secara keseluruhan ada 3 cara pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya (R.M. Warner, S.M. Groff, R. P Warner, 1978, p. 17), yaitu:
a) Continued Use
Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua sesuai dengan fungsi lamanya ketika pertama kali didirikan serta dapat juga ditambahkan fungsi baru sebagai pendukung fungsi utamanya.
b) Adaptive Re-use
Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua dengan mengubah fungsi awal dari bangunan tersebut dengan menyesuaikan pada keadaan pada masa sekarang.
c) New Additions
Cara ini berupa penambahan konstruksi baru atau membangun struktur baru pada struktur sebelumnya dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan bangunan sebelumnya.

Studi kasus
 GEDUNG PT. KERTA NIAGA, KOTA TUA JAKARTA

Kota tua Jakarta sudah ditetapkan menjadi cagar budaya oleh pemerintah setempat terutama kawasan stasiun Jakarta kota (beos) dan Kali Besar, disana banyak terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang berada di sekitar stasiun Jakarta Kota diantaranya yang masuk ke dalam daftar cagar budaya adalah : Gedung bank Mandiri Kanwil III, BNI 46, Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Gedung PT. Kerta niaga, Gedung Platoon, PT. Asuransi Jasindo, Hotel Beverly hill, dan tentunya stasiun Jakarta kota itu sendiri yang biasa disebut stasiun BEOS.
         Diantara Bangunan bersejarah itu ada yang berubah secara fungsi, ada yang tetap, adapula yang mengalami renovasi baik secara arsitektur ataupun secara konsep bangunan. Tentu dalam menentukan hal tersebut harus melalui beberapa analisa terlebih dahulu, yang pertama mengacu kepada teori-teori yang ada untuk mentukan kelas bangunan dan tingkat pemugaran, selanjutnya mencari sejarah bangunan tersebut baik arsitekturnya ataupun fungsi dari bangunan tersebut dimasa lalu. Langkah terakhir adalah pemugaran dengan mengacu kepada teori dan aturan yang ada.
         Dibawah ini adalah salah satu studi kasus bangunan cagar budaya yang berada di Kota Tua Jakarta, yaitu Gedung PT. Kerta Niaga yang dijelaskan sebagai berikut :

IDENTITAS

 Nama                    : Gedung PT. Kerta Niaga 1
Nama Dahulu   : Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij
Alamat                 : Jl. Kali Besar Timur No.9 Jakarta barat
  • Kelurahan    : Pekojan
  • Kecamatan   : Tambora
  • Kota               : Jakarta
  • Provinsi         : DKI Jakarta
Koordinat/UTM   : 6o08’08.93 LS – 106o48’44.03 LT    
Batas – batas         :
  • Utara      : PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna
  • Timur     : Kali Besar / Kali Krukut
  • Selatan   : Gedung PT.Banda Ghara Reksa
  • Barat       : Kawasan Museum Fatahillah
Status Kepemilikan   : PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia
Pengelola                        : PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia
Fungsi Awal                   : Kantor Perbankan
Fungsi Sekarang          : Kosong Tidak Terpakai
Arsitek                             : Ed Cuypers en Hulswit
Tahun Dibangun         : 1912
Golongan                        : B
 
SEJARAH BANGUNAN
 
Dibangun sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam keadaan baik dan cukup terawat. Terjadi penambahan pada elemen jendela.
         Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bermashab Amsterdam. Rancangan arsitektur mereka sangat kuat hubunganya dengan Neo-Renaisance dan Art Nouveau. Bangunan ini sendiri bergaya arsitektur Dutch Closed yang kokoh. Seluruh bangunan gedung berkesan tertutup, dengan atap yang juga tertutup massif. Tak ada ruang terbuka pada bangunan ini. Belakangan dilakukan penambahan elemen jendela yang berbeda dengan bentuk asalnya.
         Awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor perusahaan Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Saat terjadi nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan Belanda akhir tahun 1950-an, perusahaan ini berubah nama menjadi P.N. (Perusahaan Negara) Kerta Niaga. Bidang usahanya pun berubah menjadi distributor barang, utamanya sandang-pangan dan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat. Bangunan ini pun lantas menjadi asset P.N. Kerta Niaga, yang kemudian berubah status menjadi P.T. Kerta Niaga.
         Ketika dilakukan efisiensi terhadap Badan Usaha Milik Negara, P.T. Kerta Niaga dilikuidasi dan dilebur ke dalam P.T. Dharma Niaga. Bangunan ini pun turut berpindah pengelolaan, juga ketika dilakukan penggabungan (merger) atas tiga BUMN dibidang perdagangan yaitu, PT Panca Niaga, PT Dharma Niaga, PT Cipta Niaga, menjadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero). Meski beralih pengelolaan berkali-kali, kondisi bangunan Kerta Niaga say ini masih cukup baik dan terawat, meski terdapat kerusakan sana-sini karena termakan usia. Unsur-unsur keaslian bangunan pun masih kuat. Sebagai perusahaan Kerta Niaga telah dilikuidasi, tinggallah bekas kantornya, menyisakan kisah sejarah untuk dilestarikan.

KRONOLOGI BANGUNAN
1912                 : Pembangunan gedung oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit
1912 – 1957    : Kantor Kolonialle Zee en Brand Assurantie Maatschappij
>1966              : Kantor PN Kerta Niaga
1970                : Kantor PT Kerta Niaga
1998                : PT Kerta Niaga dilikuidasi menjadi menjadi PT Dharma Niaga
2003               : Penetapan sebagai gedung milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia

GAYA/ LANGGAM BANGUNAN
         Langgam arsitektur yang ada pada gedung ini adalah langgam Dutch Close, dutch close atau bangunan kolonial Belanda juga merupakan bangunan yang tercipta dari kebudayaan bangsa Belanda, baik secara murni, maupun yang sudah dipadukan dengan budaya tradisional, dan kondisi lingkungan sekitar. Bangunan kolonial memiliki makna dan simbol-simbol yang dapat dilihat dari fungsi, bentuk, maupun gaya arsitekturnya. Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan negara jajahan seperti negara asal mereka. Pada kenyataannya, desain tidak sesuai dengan bentuk aslinya karena iklim berbeda, material kurang tersedia, teknik di negara jajahan, dan kekurangan lainnya. Akhirnya, diperoleh bentuk modifikasi yang menyerupai desain di negara mereka, dimana seluruh bangunan gedung nya memiliki kesan tertutup, dengan atap yang juga tertutup massif dan tak ada ruang terbuka pada bangunan ini.
Model bangunan berarsitektur Kolonial ini memiliki kekhasan bentuk bangunan terutama pada fasade bangunannya. Diantara ciri-ciri bangunan Kolonial yaitu:
 
 
  1. Penggunaan gewel (gable) pada fasade bangunan yang biasanya berbentuk segitiga.
  2. Penggunaan tower pada bangunan.
  3. Penggunaan dormer pada atap bangunan yaitu model jendela atau bukaan lain yang letaknya di atap dan mempunyai atap tersendiri.
  4. Model denah yang simetris dengan satu lantai atas.
  5. Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam.
  6. Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya Yunani.
  7. Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.
  8. Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela), dan tanpa overstek (sosoran).

KONDISI EKSISTING
LINGKUNGAN
 
Dikarenakan sedang berlangsungnya revitalisasi pada gedung dan sekitar kawasan kali besar, maka di sepanjang kawasan tersebut baik di wilayah timur maupun barat ditutupi oleh pagar pembatas, tetapi walaupun seperti itu kondisi lingkungan dan lalu lintas tetap tertata dengan baik.   
 
BANGUNAN
Secara umum, kondisi bangunan ini masih asli dan dalam keadaan sedang di revitalisasi. Kondisi bangunan sebelum adanya proses revitalisasi sebagian besar bangunan telah mengeropos, lapuk dan berlumut, terdapat beberapa kerusakan yang teridentifikasi, seperti kerusakan pada dinding, lantai, dan plafon. Hal ini mengharuskan pengunjung untuk lebih berhati hati saat memasuki bangunan ini. Bangunan cagar budaya ini aman dan tidak terancam karena sedang berlangsung nya penerapan konsep revitalisasi pada gedung tersebut. Secara fungsi, bangunan ini akan terjadi perubahan fungsi pada bangunan cagar budaya Kerta Niaga I ini yaitu dari suatu bangunan kosong tidak berfungsi menjadi sebagai ruang serbaguna dan food court. 
 
Tapak dan Susunan Massa Bangunan
 
 
Susunan penempatan bangunan kerta niaga ini merupakan bangunan dengan susunan berkelompok dimana antara gedung kerta niaga 1 sampai gedung kerta niaga 3 berada dalam satu wilayah yang sama hanya saja penempatannya yang berbeda-beda, gedung kerta niaga 1 menempel bersebelahan dengan gedung kerta niaga 2, sedangkan gedung kerta niaga 2 dan 3 sejajar lurus kebelakang dengan dinding saling menempel satu sama lain dan tidak memiliki teras.

Aktivitas di Kawasan Kota Tua Jakarta

Berikut merupakan diagram aktifitas pengunjung Kawasan Kota Tua dan Zonasi Tata Letak masa bangunan.
 
 
 
 
Eksterior Bangunan
 
Benjemin Handler mengatakan, bentuk adalah wujud keseluruahan dari fungsi-fungsi yang bekerja secara bersamaan, yang hasilnya merupakan susunan suatu bentuk. Bentuk merupakan ekspresi fisik yang berupa wujud dapat diukur dan berkarakter karena memeilki tekstur berupa tampak baik berupa tampak tiga dimensi maupun tampak dua dimensi.
          Fasade bangunan merupakan elemen arsitektur terpenting yang mampu menyuarakan fungsi dan makna sebuah bangunan, aspek penting dalam wajah bangunan adalah pembuatan semacam pembedaan antara elemen horizontal dan vertikal, dimana proporsi elemen tersebut harus sesuai terhadap keseluruhannya.
 
 
 
Wujud pada bangunan ini adalah bentuk simetris persegi panjang dengan orientasi berhadapan langsung dengan kawasan kali besar, memiliki total jumlah 2 lantai, lantai 1 bersifat terbuka tanpa adanya sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya, lantai ini difungsikan sebagai ruang serbaguna sedangkan untuk lantai 2 memiliki lebih banyak sekat yang difungsikan untuk ruang-ruang kantor dengan material dinding menggunakan bata. Bagian kanan dan kiri berbatasan dengan bangunan cagar budaya yang lainnya, sehingga satu satunya view yang bisa diperoleh adalah melalui jendela di bagian fasad gedung dengan view jalan kali besar dan sungai.
         Bentuk atap nya menggunakan kombinasi atau gabungan dari atap jenis pelana dan perisai (limasan) dengan finishing genteng sebagai penutup atapnya.
 
Interior Bangunan
 
 
 
Gaya  interior  yang  akan  digunakan  adalah  gaya  interior  art  deco  sesuai  dengan  tahun  berdirinya bangunan  tersebut,  dan  juga  berdasarkan  bentuk-bentuk  dalam  bangunan  yang  menunjang  untuk gaya tersebut.
         Pada gedung ini ruangan didalamnya bersifat terbuka tanpa adanya sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya , dengan memakai beton expose dengan finishing cat untuk dinding dan batu alam untuk finishing lantai. Jenis pintu kayu yang digunakan pada gedung ini semakin menambah kesan kolonial.
          Untuk entrance bangunan, antara jalan kali besar dengan pintu masuk bangunan kerta niaga ini terdapat koridor yang memanjang dari bangunan di sebelahnya. Repetisi kolom-kolom baik diluar maupun di dalam bangunan memberikan kesan yang kuat akan pengarahan pada titik pandang pada ujung jalan dan batas ruang.
         Pada lantai 1, bersifat terbuka tanpa sekat dengan kolom-kolom di kedua sisinya, lantai ini difungsikan sebagai ruang serbaguna. Ruangan terbentuk karena adanya tiang-tiang kolom yang memisahkan ketiga sisi tersebut. Cahaya matahari yang didapat kurang maksimal. Hal ini menyebabkan timbulnya kesan yang menyeramkan pada bangunan, dan ruangan ini terasa lembab dan dingin karena kurangnya cahaya matahari.
          Pada lantai 2 bentuk denah hampir serupa dengan lantai 1. Namun pada sisi kanan dan sisi kiri terdapat ruang-ruang yang terbentuk dengan sekat yang difungsikan untuk ruang-ruang kantor dengan material dinding menggunakan bata. berbeda dengan lantai 1 yang hanya dibatasi oleh tiang-tiang kolom. Untuk sisi tengah serupa dengan lantai 1, dibiarkan memanjang tanpa tiang atau dinding pembatas.  Di lantai 2 ini cahaya matahari yang didapat sangatlah cukup, karena terdapat bukan pada sisi kiri dan sisi kanan bangunan, sehingga view pada ruang sangat baik secara menyeluruh. Kondisi temperature pada ruang lantai 2 ini hangat dan berangin akibat adanya cross ventilasi.

Detail dan Dimensi Bangunan
Berikut merupakan detail dan dimensi dari gambar rancangan gedung Kerta Niaga I, Kota Tua Jakarta.
 
 
Rencana Pelestarian
 
 
 
Saat ini sedang berlangsung rencana revitalisasi Gedung Kerta Niaga sebagai gedung serbaguna dan food court. Penanganan pelestarian gedung Kerta Niaga dalam upaya konservasi adalah dengan cara Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang. Dengan melalui beberapa tahap yaitu; understanding, implementation, dan evaluation.
         Tahap Understanding dan Implementation dengan cara memahami terlebih dahulu sejarah bangunan, baik estetik bangunan dalam segi elemen bentuk dan material. Sehingga tidak merusak atau mengubah eksistingnya karena dalam melestarikan atau merenovasi bangunan peninggalan tidak boleh mengubah bentuk aslinya karena bangunan tersebut memilii nilai historis tersendiri. Selain itu juga harus memperhatikan konteks sekitar bangunan.

Kesimpulan

  • Gedung Kerta Niaga merupakan salah satu peninggalan sejarah yang berada dikawasan Cagar Budaya, sehingga emiliki nilai historis yang cukup tinggi. Gedung ini termasuk golongan B dengan gaya arsitektur Dutch-closed.
  • Dalam konservasi arsitektur, untuk jenis bangunan cagar budaya dapat diterapkan Adaptive reuse dimana penggunaan kembali bangunan tua/bersejarah dengan mengubah fungsi awal bangunan dengan menyesuaikan pada keadaan sekarang (untuk fungsinya). Pembaruan bangunan harus dipahami terlebih dahulu sejarang bangunannya sehingga tidak merubah bentuk bangunan.
  • Pembaruan pada gedung Kerta Niaga akan cocok apabila art deco diterapkan karena sesuai dengan masa berdirinya gedung ini yaitu pada tahun 1912 adalah era gaya art deco. 
Referensi :
Pelestarian Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha, 2008, p. 9)
HIDAYATI, RAHMALIA . (2009). cara Pemanfaatan Bangunan Kuno Dan Bersejarah Sehingga Layak Menjadi Bangunan Cagar Budaya. [ONLINE] . tersedia : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20249496-R050912.pdf [ 06 juni 2016 ]
https://wikimelo.wordpress.com/2016/08/04/pengertian-konservasi-arsitektur/
http://farispilararijati.blogspot.co.id/2016/06/konservasi-arsitektur-studi-kawasan.html
https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/
http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html
http://koentjoro7.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html
https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/
http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html
http://azhenk2009.blogspot.co.id/
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19
http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2012/04/beberapa-teori-dalam-pelestarian.html
http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html
http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html
http://slideplayer.info/slide/3061934/
https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/
https://strafaelyudistira.wordpress.com/2016/02/04/arsitektur-museum-bank-indonesia/
http://thesis.binus.ac.id/Doc/WorkingPaper/2014-2-01221-AR%20WorkingPaper001.pdf
https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab5/2014-2-01221-AR%20Bab5001.pdf
http://www.iai-jakarta.org/?scr=08&ID=242&selectLanguage=2
 
     

Komentar

  1. Dear : Custumer Import & Domestics
    Kami dari TWIN Logistics mengajukan penawaran kerjasama dalam bidang pengurusan barang Import RESMI & BORONGAN.

    Services Kami,
    Customs Clearance Import sistem Resmi maupun Borongan
    Penanganan secara Door to Door ASIA & EROPA Sea & Air Service
    Penyediaan Legalitas Under-Name (Penyewaan Bendera Perusahaan)
    Pengiriman Domestik antar pulau seluruh Indonesia laut dan Udara atau Darat.

    Berikut Attecment terlampir.

    Terima kasih atas kepercayaan kepada kami, semoga kerjasamanya berjalan dengan lancar.
    Jika ada yang ingin dipertanyakan, silahkan hubungi kami di Nomor Phone : +62 21 8498-6182, 8591-7811 Whatssapp : 0819-0806-0678 E-Mail : andijm.logistics@gmail.com

    Best Regards,

    Mr. Andi JM
    Hp Whatssapp : 0819-0806-0678 / 0813-8186-4189
    = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = = = =
    PT. TUNGGAL WAHANA INDAH NUSANTARA
    Jl. Raya Utan Kayu No.105 B Jakarta Timur 13120 Indonesia
    Phone : +62 21 8498-6182, 8591-7811 Fax : +62 21 8591-7812
    Email : andijm.logistics@gmail.com, cs@twinlogistics.co.id
    Web : www.twinlogistics.co.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik arsitektur - Analogi Arsitektur

Analogi dalam berarsitektur terbagi atas beberapa jenis sebagai berikut:   Analogi Matematik Bentuk arsitektur yang mengambil sumber bentuk dari angka-angka, geometri, dan bentuk-bentuk dasar matematika seperti bola, piramida, balok, tabung dan lain-lain. Terkadang dua atau tiga bentuk-bentuk dasar tersebut dikombinasikan untuk dijadikan bentuk arsitektural. Analogi Biotik Analogi biotik juga sering disebut dengan bentuk organik. Analogi biotic adalah berasal dari bentuk-bentuk yang ada didalam seperti bentuk dari keong, batu karang, bentuk daun, dan lain-lain. Sumber bentuk dari ala mini sangat banyak dan menunggu daya kreasi arsitek untuk mengolahnya menjadi sebuah bentuk dari bangunan arsitektur.   Analogi romantic Arsitektur harus mampu menggugah tanggapan emosional dalam diri si pengamat. Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menimbulkan asosiasi (mengambil rujukan dari bentuk-bentuk alam, dan masa lalu yang akan menggugah emosi ...

Kritik Arsitektur Interprektif

  “The Guild / RAW Architecture” – Meruya, Jakarta Barat Metode Kritik Interpretif Terletak di sudut jalan di perumahan villa meruya, jakarta barat. The Guild memperlihatkan sisi introvert dengan dinding pembatas yang tinggi dan tidak ada cela mengintip. Seolah ingin menyendiri dari kebisingan kota jakarta yang padat walau The guild Terlihat padat di luar namun pada sisi bagian dalam terdapat bukaan taman yang bagus. Rumah sekaligus studio arsitek ini pada saat pertama kali kesana terlihat sebuah tembok besar dan menyamarkan bangunan dengan jendela besar dan pintu yang melengkung serta melingkar dan juga betonnya yang besar saya tersadar ini sebagai rumah Brutalist Hobbit Rumah The Guild ini terdiri dari kamar tidur utama, dapur, ruang tamu, kamar anak, ruang keluarga kecil dan tempat berdoa. Setengahnya   bangunan rumah ini digunakna sebagari studio RAW Architecture yang dipisahakan oleh Tangga sepiral. Studio dengan dinding beton tersebut memiliki bentuk...

SEJARAH GOLDEN HORN BAY ISTANBUL (TANDUK EMAS)

Konstantinopel (bahasa Yunani: Κωνσταντινούπολις Ko̱nstantinoúpolis, bahasa Latin: Constantinopolis, bahasa Turki Utsmaniyah: قسطنطینیه , bahasa Turki: Kostantiniyye atau İstanbul) adalah ibu kota Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Latin, dan Kesultanan Utsmaniyah. Hampir selama Abad Pertengahan, Konstantinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa. Sekurang-kurangnya sejak abad ke-10, kota ini umum disebut Istanbul yang berasal dari kata Yunani Istimbolin, artinya "dalam kota" atau "ke kota". Setelah ditaklukkan oleh kaum Utsmaniyah pada 1453, nama resmi Konstantinopel dipertahankan dalam dokumen-dokumen resmi dan cetakan mata uang logam. Ketika Republik Turki didirikan, pemerintah Turki secara resmi berkeberatan atas penggunaan nama itu, dan meminta agar diganti dengan nama yang lebih umum, yakni Istanbul. Penggantian nama tersebut diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Pos Turki, sebagai bagian dari reformasi nasio...